Untuk Bisa Menang Di Kandang, Bhanyangkara PL FC Jadilah Tuan Rumah

Untuk Bisa Menang Di Kandang, Bhanyangkara PL FC Jadilah Tuan Rumah

Mediasenior|Bandarlampung|Sepakbola|28082025

---- Situasi semakin menyulitkan bagi posisi tim Bhayangkara Presisi Lampung FC (BPL-FC) jika pada pertandingan keempat di kandang sendiri tidak meraup nilai penuh. Entah skornya berapa.

Beberapa hal yang dinilai oleh para penggemar yang akan menjadi supporter BPL-FC, bahwa tim ini belum sepenuhnya bisa menjadikan stadion Sumpah Pemuda sebagai kandangnya sendiri.

“Bhayangkara FC belum mampu merangkul penontonnya menjadi pemain ke-12, melalui aksi non teknis maupun teknis. Ya maklum, mungkin selama ini Bhayangkara tidak memiliki basis penonton yang pasti, karena tidak punya kandang, hanya menumpang. Tetapi kali ini sebenarnya berbeda, karena pemerintah provinsi Lampung sudah memberikan stadion ini untuk kandangnya Bhayangkara,” kata Heri Suswoko, seorang praktisi sepakbola di Bandarlampung.

Sebagai tim dengan nama besar, seharusnya baik manajemen maupun pemain sudah memiliki kemampuan berkomunikasi dengan penontonnya dengan baik.

“Saya masih ragu, apakah penonton saat ini sudah benar-benar menjadi supporter Bhayangkara FC atau belum. Ini akan sangat berbeda kalau kita membandingkan dengan PSBL dana tau Lampung FC kala itu. Karena mereka memiliki sejarah di Lampung, kalau Bhayangkara FC kan tidak. Seperti halnya Lampung Sakti dan Badak Lampung,” tambah Heri.


Olah Rasa

Sementara Soni Wibisono hampir senada mengatakan bahwa untuk menjadi tim tuan rumah, maka tim itu harus dekat dengan “rakyat”.

“Jangan bersikap sebagai “artis” atau merasa menjadi idola. Ini keliru. Lampung ini memiliki karakter yang berbeda, khas. Siapapun tim yang bermain bagus dan sportif maka akan didukung oleh orang Lampung. Tak peduli itu tim mana. Bahkan tim yang dicurangi wasit, itulah yang dibela penonton di Lampung,” ungkap Cak Soni.

Mantan seorang bankir Lampung yang hobi sepakbola ini menegaskan bahwa Bhayangkara FC selamanya akan menjadi tim tamu di Lampung, jika tidak berlaku sebagai tuan rumah yang sebenarnya.

“Saya gak pengin bicara teknis, karena bukan ranah saya, dan saya bukan pelatih. Karena sepakbola itu intinya sama. Ada 22 pemain di lapangan. Sebelas pemain tuan rumah, sebelas pemain tim tamu. Semuanya sama pemain sepabola. Ada pemain lokal ada pemain impor.” Ungkapnya.

Untuk menjadi Persib, lanjut Soni, tim manapun harus belajar banyak. Mulai dari manajemen hingga pemain harus mampu melakukan interaksi yang proporsional dengan massa penontonnya, kalau bener mau mengajak penonton menjadi pemain ke-12.

“Olah rasa itu tidak mudah. Apalagi tim Bhayangkara tidak tinggal di Lampung. Bahkan mereka seperti tamu juga, kalau mau main di Lampung baru hadir sehari atau dua hari sebelum main. Bahkan saat latihan pun massa tidak bisa menyaksikan. Mungkin khawatir ada penyusup yang merekam atau apalah alasan keamanan dan sebagainya bisa jadi dalih untuk itu.” Ujarnya.

Tetapi seharusnya ada cara untuk mendekatkan para pemain kepada penontonnya. Karena penonton ini diharapkan menjadi supporter dan membayar, bukan gratis.

Maka wajar kalau penonton yang diharapkan menjadi supporter tadi menuntut prestasi, melalui permainan yang bagus, menarik, menghibur.

“Karena ini kan sport industry yang secara professional harus dibuktikan. Masyarakat sudah membuktikan. Mereka membayar cash. Bahkan buktinya saat pertama kali main di kandang, tiket sold out hanya beberapa jam. Ini yang terjadi. Dan seharusnya manajemen Bhayangkara harus berfikir feed back buat penonton ini apa? Ya permainan yang bagus atau kemenangan,” tandasnya.

Komunikasi Dengan Publik

Ada satu hal yang selalu mengganjal, dan ini berhubungan dengan wartawan. Tampaknya, pelatih Paul Munster tidak seindah yang mereka bayangkan. Bisa memberikan keterangan yang lebih nyaman meskipun pakai bahasa Inggris.

“Dengan banyak menyebut kata I Don’t Care, ini memberikan kesan ada ketegangan di setiap menghadapi pertandingan, baik di kandang maupun tandang. Artinya, ada sesuatu yang disembunyikan. Apakah dia tidak yakin dengan skuad yang ada, atau dia merasa terbebani karena banyaknya penonton yang berharap prestasi bagus, masih belum jelas,” kata Heri.

Tetapi, lanjut Heri, komunikasi itu perlu, agar masyarakat juga ngerti apa rencana dan tekad tim ini ke depan. Jangan hanya normatif-normatif aja bicaranya.

“Yaa gak perlu jumpa pers, kalau cuma begitu doing. Kami baca di media, jawabannya pelatih yang normatif banget. Maksudnya, Bahasa di media itu juga sebuah promosi untuk mempengaruhi orang datang ke stadion. Kalau tidak komunikatif, yaa sudah ditunggu saja. Apakah sepanjang musim ini stadion akan dipenuhi penonton terus. I don’t care juga,” ujarnya.

Kesimpulan dari dua narasumber mediasenior.id tadi mengisyaratkan bahwa Bhayangkara belum mampu menggunakan fasilitas yang ada, yakni stadion dan penontonnya menjadi bagian tak terpisahkan dari tim ini.

Meski begitu, mereka tetap mendoakan bahwa tim ini akan bisa meraih hasil positif pada pertandingan ke depan hingga selesai kompetisi, dan bertahan di Liga 1. (don)

Berikan Komentar