Mediasenior|Jakarta|KONI|21082025
--- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil Jawa
Timur, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai kehadiran Peraturan Menteri
Pemuda dan Olahraga (Permenpora) No 14 tahun 2024, akan menjadi masalah untuk
ekosistem olahraga nasional.
Dalam rilis yang diedarkan Biro Pers Dan Informasi
Lanyalla ada sejumlah poin yang disampaikan LaNyalla mengenai hal tersebut. Di
antaranya, mengenai legalitas inkonsistensi hierarki peraturan.
"?Permenpora ini dinilai bermasalah dari sisi
hierarki hukum. Karena, Peraturan Menteri seharusnya tidak boleh bertentangan
dengan Undang-Undang di atasnya, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2022 tentang Keolahragaan," tuturnya di laman www.lanyallacenter.id.
Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI ini menjelaskan,
UU tersebut secara eksplisit menjamin independensi organisasi olahraga.
"Namun, Permenpora justru memasukkan ketentuan yang
secara terang-terangan membatasi independensi tersebut, seperti kewajiban
mendapatkan rekomendasi dari Kemenpora untuk menyelenggarakan musyawarah atau
kongres organisasi," tukasnya.
Implikasinya, menciptakan ketidakpastian hukum dan
berpotensi memicu gugatan hukum di PTUN.
"Organisasi olahraga dapat berargumen bahwa
Permenpora ini melampaui wewenang yang diberikan oleh UU, sehingga cacat hukum
dan bisa dibatalkan," terangnya.
Tidak itu saja, LaNyalla menyebut Intervensi pemerintah
yang berlebihan dapat menyebabkan sanksi dari federasi olahraga internasional.
"Dalam Permenpora, ada indikasi pelanggaran prinsip
otonomi dan independensi olahraga. ?Organisasi olahraga seperti KONI dan cabang
olahraga (cabor) adalah entitas otonom yang diakui secara internasional,"
katanya.
Ia menambahkan, prinsip ini tertuang dalam Olympic
Charter, yang menjadi pedoman utama bagi gerakan Olimpiade di seluruh dunia.
"Sedangkan Permenpora No 14 tahun 2024, dengan
memberlakukan kontrol ketat terhadap tata kelola internal, dianggap melanggar
prinsip tersebut," ungkap dewan penyantun KONI Jawa Timur itu.
Ia menambahkan, federasi olahraga internasional, seperti
IOC (Komite Olimpiade Internasional), dapat memberikan sanksi pembekuan kepada
NOC (National Olympic Committee) suatu negara jika terjadi intervensi
pemerintah yang melanggar independensi.
"Sanksi ini dapat berakibat fatal, seperti larangan
bagi atlet Indonesia untuk bertanding di ajang internasional dengan membawa
nama negara," katanya.
LaNyalla juga menyampaikan ketidakrealistisan aturan
keuangan dan tata kelola.
"Permenpora ini memuat ketentuan yang dianggap tidak
realistis, terutama terkait larangan pengurus mendapat honor dari dana hibah
pemerintah," ujarnya.
?Alih-alih menyelesaikan masalah dualisme, LaNyalla
justru menilai Permenpora No 14 tahun 2024 berpotensi menciptakan konflik baru.
Aturan yang tidak populer dan diberlakukan secara sepihak akan menimbulkan
penolakan dari berbagai pihak.
"Bisa saja terjadi penolakan dari KONI di tingkat
daerah dan provinsi, serta induk cabor, dan itu dapat menyebabkan perpecahan.
Ada risiko munculnya dua kubu, satu yang mengikuti aturan Kemenpora, dan satu
lagi yang menolak dan berpegang pada aturan internal organisasi. Hal ini bisa
mengganggu persiapan atlet dan persiapan ajang multi-event seperti PON (Pekan
Olahraga Nasional)," katanya. (lis*)
Berikan Komentar